A. Perputaran Roda Perekonomian
Pertumbuhan ekonomi suatu negara biasanya dihitung
berdasarkan pertumbuhan ril dari GDP negara tersebut, yakni seberapa besar GDP
negara bertambah secara ril dari tahun ke tahun. Pertumbuhan ini dihitung
dengan cara membagi nilai dari output suatu sektor ekonomi pada tahun tertentu
dengan nilai output sektor tersebut pada tahun sebelumnya dan dikali 100 %
kemudian dikurangi 100. Bila GDP mengalami pertumbuhan yang tinggi berarti
pendapatan masyarakat juga akan mengalami pertumbuhan yang tinggi, terlepas
dari siapa atau kelompok mana dari masyarakat yang menerima pendapatan
tersebut. GDP Indonesia menurut lapangan usaha berdasarkan harga yang berlaku
dan harga konstan.
1. Pengeluaran Agregat (Aggregate Spending)
Seperti diterangkan diatas bahwa GDP dapat dihitung dari
sisi pengeluaran aggregate (Aggregate Spending) pelaku ekonomi dalam suatu
negara. Pengeluaran aggreaget ini sama dengan Permintaan Agregat karena
konsekuensi dari permintaan adalah adanya pengeluaran oleh rumah tangga,
investor, pemerintah dan eksportir untuk membeli barang dan jasa. Pengeluaran
Aggregate dapat dikelompokkan atas empat komponen, yaitu:
1.
pengeluaran konsumsi rumah tangga,
2.
pengeluaran invesatasi oleh pengusaha (bisnis),
3.
pengeluaran pemerintah, dan
4.
permintaan luar negeri.
2. Pengeluaran Konsumsi
Merupakan bagian terbesar dari permintaan agregat yaitu
berupa permintaan dari konsumen terhadap barang dan jasa yang dibutuhkan dalam
kehidupan sehari-hari. Konsumsi ini memegang peranan penting dalam perekonomian
menurut teori Keynesian karena akan menentukan output dan pendapatan masyarakat
suatu negara.
3. Pengeluaran Pemerintah
Yang termasuk dalam pengeluaran pemerintah adalah semua
pengeluaran pemerintah yang diperlukan agar roda pemerintahan dapat berjalan
dengan baik.
4. Pengelauran Investasi
Investasi adalah tambahan terhadap akumulasi modal (physical
stock of capital) ditambah dengan perobahan persediaan (inventory changes).
5. Permintaan Ekspor Bersih (Net Export)
Komponen terakhir dari GDP adalah net export yaitu selisih
antara export dan import (X – M). Export merupakan GDP dari dalam negeri karena
merupakan barang atau jasa yang diproduksi di dalam negeri, tetapi tidak
dikonsumsi di dalam negeri. Barang ekspor akan dibeli atau dikonsumsi oleh rumah
tangga, investor, atau pemerintah negara asing sedangkan import adalah barang
yang diproduksi di luar negeri, berarti adalah GDP negara asing.
B. Metode Penghitungan Pendapatan Nasional
Ada 3 konsep pendekatan yang dapat digunakan untuk
menghitung pendapatan nasional, antara lain adalah seperti ini :
1. Pendekatan pendapatan
Dengan cara menjumlahkan seluruh pendapatan (upah, sewa,
bunga, dan laba) yang diterima rumah tangga konsumsi dalam suatu negara selama
satu periode tertentu.
2. Pendekatan produksi
Dengan cara menjumlahkan nilai seluruh produk yang
dihasilkan suatu negara dari bidang industri, agraris, ekstraktif, jasa, dan
niaga selama satu periode tertentu.
3. Pendekatan pengeluaran
Dengan cara menghitung jumlah seluruh pengeluaran untuk
membeli barang dan jasa yang diproduksi dalam suatu negara selama satu periode
tertentu.
C. Masalah dan keterbatasan perhitungan PDB
1. Perhitungan PDB dan Analisa Kemakmuran
Perhitungan PDB akan memberikan gambaran ringkas tentang
tingkat kemakmuran suatu negara, dengan cara membaginya dengan jumlah penduduk
(disebut PDB per kapita). Menurut PBB, sebuah negara dikatakan miskin bila PDB
per kapitanya lebih kecil daripada US$ 450,00. Berdasarkan standar ini, maka
sebagian besar negara-negara di dunia adalah negara miskin. Suatu negara
dikatakan makmur/kaya bila PDB perkapita lebih besar daripada US$ 800.
Kelemahan dari pendekatan di atas adalah tidak
memperhatikan aspek distribusi pendapatan. Akibatnya angka PDB per kapita
kurang memberikan gambaran rinci tentang kondisi kemakmuran suatu negara.
Misalnya, walaupun Amerika Serikat yang PDB perkapitanya US$ 29.080 (tahun
1997), namun negara itu masih terus bergelut dengan masalah kemiskinan dan
pengangguran, terutama di kalangan warga kulit hitam ataupun pendatang (kulit
berwarna). Bahkan secara absolut tampaknya jumlah penduduk miskin di Amerika
serikat akan bertambah.
Faktor utama pemicu gejala di atas adalah masalah distribusi
pendapatan. Walaupun distribusi pendapatan di USA relatif baik, tetapi
belum sempurna untuk membuat seluruh penduduknya menjadi makmur. Bahkan untuk
faktor produksi non tenaga kerja, terutama uang dan modal, distribusi
penguasaannya sangat buruk. Pada tahun 1996, sekitar 46% aset finansial
dikuasai hanya oleh sekitar 1% penduduk.
2. Perhitungan PDB dan Masalah Kesejahteraan Sosial
Umumnya ukuran tingkat kesejahteraan yang dipakai adalah
tingkat pendidikan, kesehatan dan gizi, kebebasan memilih pekerjaan dan jaminan
masa depan yang lebih baik. Ada hubungan yang positif antara tingkat PDB per
kapita dengan tingkat kesejahteraan sosial. Makin tinggi PDB per kapita,
tingkat kesejahteraan sosial makin membaik. Hubungan ini dapat dijelaskan
dengan menggunakan logika sederhana. Jika PDB per kapita mkin tinggi, maka daya
beli masyarakat, kesempatan kerja serta masa depan perekonomian makin membaik.
Sehingga gizi, kesehatan, pendidikan, kebebabasan memilih pekerjaan dan jaminan
masa depan, kondisinya makin meningkat. Tapi dengan catatan, peningkatan PDB
per kapita disertai perbaikan distribusi pendapatan.
Masalah mendasar dalam perhitungan PDB adalah tidak
diperhatikannya dimensi nonmaterial. Sebab PDB hanya menghitung output yang
dianggap memenuhi kebutuhan fisik/ materi yang dapat diukur dengan nilai uang.
Sedangkan output yang tidak terukur dengan uang, misalnya ketenangan batin yang
diperoleh dengan menyandarkan hidup pada norma-norma agama/spiritual tidak
dihitung. Sebab, dalam kenyataannya kebahagiaan tidak hanya ditentukan oleh
tingkat kemakmuran, tetapi juga ketenangan batin.
Jadi kita tidak bisa serta merta mengatakan bahwa
kesejahteraan sosial di negara-negara kaya(Amerika Serikat dan Jepang) adalah
jauh lebih baik dibanding di negara-negara miskin (misal Bhutan dan Nepal).
Karena, tingkat kejahatan dan tingkat bunuh diri di negara-negara kaya tersebut
lebih tinggi di banding negara-negara miskin.
3. PDB Per Kapita dan Masalah Produktivitas
Untuk memperoleh perbandingan produktivitas antar negara,
ada beberapa hal yang perlu dipertimbangkan:
a.
Jumlah dan komposisi penduduk :
Bila jumlah penduduk makin besar, komposisi-nya sebagian
besar adalah penduduk usia kerja (15-64 tahun) dan berpendidikan tinggi (>
SLA), maka tingkat output dan produktivitasnya dapat makin baik.
b.
Jumlah dan struktur kesempatan kerja :
Jumlah kesempatan kerja yang makin besar memperbanyak
penduduk usia kerja yang dapat terlibat dalam proses produksi. Tetapi komposisi
kerja pun mempengaruhi tingkat produktivitas. Sekalipun kesempatan kerja sangat
besar, tetapi semuanya adalah kesempatan kerja sektor pertanian, produktivitas
pekerja juga tidak tinggi. Sebab sektor pertanian umumnya memiliki nilai tambah
yang rendah. Jika kesempatan kerja yang dominan berasal dari sektor kegiatan
ekonomi modern (industri dan jasa), maka output per pekerja akan relatif
tinggi, karena nilai tambah kedua sektor tersebut amat tinggi.
c.
Faktor-faktor nonekonomi :
Yang tercakup dalam faktor-faktor nonekonomi antara lain
etika kerja, tata nilai, faktor kebudayaan dan sejarah perkembangan. Jepang
pantas menjadi negara yang produktif sebab selain jumlah penduduk yang banyak,
berpendidikan tinggi dan umumnya bekerja di sektor modern, mereka juga memiliki
etika kerja yang baik, menjujung tinggi kejujuran dan penghargaan tergadap
senior. Dan Jepang juga merupakan negara yang selama kurang lebih 3.000 tahun
terus menerus membangun dirinya menjadi bangsa modern, walaupun pembangunan
ekonomi modernnya baru dimulai dua abad yang lalu.
d. Penghitungan PDB dan Kegiatan-kegiatan Ekonomi Tak
Tercatat (Underground Economi)
Angka statistik PDB Indonesia yang dilaporkan oleh Badan
Pusat Statistik hanya mencatat kegiatan-kegiatan ekonomi formal. Karena itu,
statistik PDB belum mencerminkan seluruh aktivitas perekonomian suatu negara.
Misalnya, upah pembantu rumah tangga di Indonesia tidak tercatat. Begitu juga
dengan kegiatan petani buah yang langsung menjual produknya ke pasar.
Di negara-negara berkembang, keterbatasan kemampuan
pencatatan lebih disebabkan oleh kelemahan administratif dan struktur kegiatan
ekonomi masih didominasi oleh kegiatan pertanian dan informal. Tetapi di
negara-negara maju, kebanyakan kegiatan ekonomi yang tak tercatat disebabkan
oleh karena kegiatan tersebut merupakan kegiatan ilegal atau melawan hukum.
Padahal, nilai transaksinya sangat besar. Misalnya, kegiatan penjualan obat
bius dan obat-obat terlarang lainnya.
Sumber 2
0 komentar:
Posting Komentar